Jumat, 29 Januari 2010

FILM ULOS BATAK IKUT MERIAHKAN MEDAN FASHION TREND 2010

Film Ulos Batak untuk Indonesiaku (Harapan Warisan Dulu) produksi UMATIC Studio tahun 2009 ikut meriahkan Medan Fashion Trend 2010 yang membuat kagum pengunjung. Pada kegiatan yang baru pertama kali dilaksanakan ini merupakan kerjasama Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Sumatera Utara dengan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Sumatera Utara dan didukung Dinas Pariwisata Sumatera Utara, yang dilaksanakan pada tanggal 28 Januari 2010 bertempat di Hotel JW Marriott, Medan, yang di hadiri oleh Ketua Dekranasda Sumut Hj. Fatimah Habibie Syamsul Arifin, Ketua APPMI Sumut Nilawati Iskandar, Hartono Gan selaku wakil ketua APPMI Sumut, Saurma selaku Dewan Kehormatan, dan Kabid Seni dan Budaya Disbudpar Sumut Hj. Cut Umi. menampilkan puluhan desain terkini dari lima top fashion designer dari Jakarta dan sembilan lokal fashion designer.

Medan Fashion Trend 2010 juga menampilkan karya tenun para penenun khas daerah se-Sumatera Utara, dan karya 5 perancang top fashion desainer dari ibukota, 9 fashion desainer Sumut. Jadi, sesuatu yang menarik bukan saja bagaimana anggota APPMI menampilkan fashion tendance yang menjadi acuan kecenderungan mode tahun 2010 ini.

“Harapan pagelaran event ini nantinya bertujuan menambah daya tarik wisatawan berkunjung ke daerah Sumatera Utara,” ungkap Nurlisa menyatakan dukungannya kepada Panitia Pelaksana Medan Fashion Trend 2010 (MFT 10) dan Pengurus Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Sumatera Utara. (kofi52)

Senin, 25 Januari 2010

POTENSI BACK IN TOUCH ECOTOURISM

BACK IN TOUCH ECOTOURISM

BUKIT LAWANG

Back In Touch Ecotourism merupakan suatu tempat wisata alam yang berada disekitar Bukit Lawang, daerah zona penyanggah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)ini berada tepat di daerah lintasan sungai Bahorok yang sangat terkenal dengan fasilitas cubingnya,

kini malau di gerakan sebagai daerah alternative kunjungan wisata mancanegara.

Guna menunjang Back In Touch Ecotourism Bukit Lawang berbagai fasilitas telah dipersiapkan diantaranya penginapan dengan konsep alami, restoran, taman tropic serta bermacam flora dan fauna yang khas seperti bunga bangkai, pohon-pohon langkah, orang utan, ikan jurung, burung rangkok, kupu-kupu, dan primate lainnya.Pembangunan ini terpusat pada pertimbangan untuk keseimbangan ekologi dan peyelamatan hutan rakyat yang dilakukan oleh rakyat. Back In Touch Ecotourism Bukit Lawang mempunyai areal hutan rakyat seluas 30 Ha, fasilitas yang paling istimewa adalah pembangunan areal tracking dan camping ground serta fasilitas “West Cam”, pembangunan dan pengembangan pusat penelitian dengan konsep penyelamatan hutan rakyat berorientasi pada inti penelitian flora dan fauna dari pusat penangkaran orang hutan Bukit Lawang yang berada tepat di atas bibir sungai dengan lintasan yang menantang dan ditambah dengan fasilitas transportasi yang khas Back In Taouch Ecotourism Bukit Lawang (slink transportation) serta perencanaan penangkaran berbagai fauna alamia dengan tujuan pencegahan perpindahan ekosistem atas fauna dari habitat asilnya.

Dukungan atas fasilitas yang tengah dikerjakan adalah pembangunan jalan wisata sepanjang 2 km dan perjalanan menuju ke lokasi lebih kurang 45 menit dari pusat penangkaran orangutan. Semua program ini bertujuan untuk membuka isolasi ekonomi berbasis ekowisata yang selama ini terhambat oleh fasilitas yang tidak memadai. Tentu pembangunan atas ekonomi ekowisata ini bukan semata-mata dalam kerangka bisnis tetapi mendorong kemampuan untuk bertahan hidup masyarakat pinggiran hutan tanpa melakukan ekspolitasi hutan. Gagasan ini juga timbul atas kepedulian terhadap pemanasan global (Global Warming) atau perbaikan kualitas lingkungan. Pembangunan gerakan areal alternative Back In Touch Ecotourism saat ini banyak mengalami kontroversi, salah satu perdebatan yang belum sama-sama dipahami adalah “pradigma lama yang menyatakan setiap pembangunan ekonomi di suatau daerah hutan akan menimbulkan kerusakan lingkungan.

” Memang benar, tetapi efek itu hanya berlaku sesaat dan tidak bigitu besar terhadap kerusakan lingkungan itu sendiri.

Justru pandangan kedepan yang harus kita pahami adalah ketika suatu saat pola berfikir ekonomi masyarakat pinggiran hutan dari masyarakat wisata menjadi petani, atau penjual kayu, dapat kita bayangkan jangankan hutan rakyat, taman nasional sendiri pun perlahan akan habis sebagai sebab dari desakan ekonimi yang terus melilit.

Dan akan terus kami jelaskan dengan satu kalimat penting sebagai landasan filosofis dan sangat perlu kita pahami bersama” bagimana mungkin masyarakat pinggiran hutan mau memelihara hutan, jika mereka tidak makan dari hutan itu sendiri!”, maka bagaimana cara mencegah perubahan pola pikir ekonomis masyarakat pingiran hutan adalah hanya dengan satu cara ”pembangunan ekomomi ekowisata berbasis pemanfaatan daya tarik, edukasi lingkungan dengan fasilitas memadai”. Kami sadar bahwa bumi ini milik kita bersama dan harus sama-sama kita jaga, untuk menwujudkan tujuan program ini kami berharap hanya dengan satu cara peningkatan pengunjung ke kawasan wisata Back In Touch Ecotourism Bukit Lawang, disinilah letak kontribusi dan kebersamaan kita untuk mengerti tentang hutan dan memelihara hutan. (Mr. Aca)